Jamursba Medi, Tempat Berkumpulnya Penjelajah Samudra Pasifik

Kalau ada daerah di Indonesia yang bisa mewakili keaslian dan keunikan alam, tentulah itu di Pulau Papua. Fenomena alam yang ditemukan kadang benar-benar di luar imajinasi kita. Melihat Papua membuat saya membayangkan bagaimana kondisi hutan, gunung, sungai, danau dan laut di pulau-pulau lain seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa pada masa lalu. Pasti sangat menakjubkan. Salah satu tempat luar biasanya tersebut adalah Pantai Jamursba Medi, berada tepat di sisi utara daerah kepala burung Papua.  Ini kisah 10 tahun yang lalu, saat saya berkesempatan mengunjungi tempat ini. 


 Begitu banyak penyu belimbing yang mendarat di Pantai Jamursba Medi sehingga ada saja yang kesiangan kembali ke laut setelah selesai bertelur seperti yang satu ini.


Berjalan malam hari di Pantai Jamursba Medi akan menjadi pengalaman tidak terlupakan, menyaksikan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) mendarat. Pada musim bertelur bulan April-September pada saat air laut pasang, mereka berdatangan dari laut bak tank-tank amfibi, merayap di pasir mencari tempat yang cocok untuk bertelur. Ukuran mereka sangat besar, tempurungnya berkisar antara 1,5-1,7 meter bahkan ada yang mencapai 2 meter. 

Seekor penyu belimbing sedang menggali pasir untuk bertelur
  
Dengan sabar, sang penyu menggali pasir menggunakan sirip belakang untuk meletakkan 80-100 butir telur. Selesai bongkar muatan, dia menutup lubang dan bergerak bagi menuju ke pantai. Terkadang penyu menggali lagi untuk membuat sarang kamuflase guna menipu hewan predator pemangsa telur. Kembali ke lautan lepas, mereka mengembara mencari makanan utama yaitu ubut-ubur. Pemasangan transmitter yang dapat dilacak satelit, menunjukkan dari pantai ini, penyu belimbing melakukan perjalanan sangat jauh. Ada yang menuju ke Korea, ke Kepulauan Filipina dan terjauh adalah ke Monterey Bay di San Fransisco, Amerika Serikat berjarak 10.000 km dalam waktu satu tahun. Mereka kawin di sana kemudian melakukan perjalanan kembali ke pantai tempat bertelur yang sama.   


Pantai Batu Rumah di Kawasan Jamursba Medi


Kawasan ini terletak di antara Tanjung Jamursba dan Medi yang menghadap ke Samudra Pasifik, memiliki tiga pantai berpasir yaitu Wembrak (8,15 km), Pantai Batu Rumah (5 km), dan Warmamedi (4,75km). Akses menuju ke tempat ini pada saat saya ke sana 10 tahun yang lalu hanya mungkin melalui jalur laut dengan menggunakan speed boat bermesin 120 PK selama 5-6 jam dari Sorong saat kondisi laut teduh. Kini sudah ada jalan darat hingga Sausapor (4 jam dari Sorong) namun tetap harus disambung menggunakan perahu atau speedboat untuk dapat ke Jamursba. 

Pantai Warmamedi


Pantai-pantai di Jamursba Medi masih sangat alami. Hamparan pasir putih lembut yang memanjang sangat sesuai dengan  birunya Samudra Pasifik. Barisan hutan pantai yang masih terjaga membentengi dibelakangnya. Elang laut, elang bondol dan burung gagak sering terlihat beterbangan di pantai. Pagi hari cuaca di pantai bisa terasa dingin sedangkan malam hari pada saat cuaca cerah, sangat mempesona melihat bintang-bintang yang bertebaran di langit. Dahulu di pantai ini menurut cerita masyarakat setempat banyak dijumpai Lau-lau atau kanguru kecil yang sedang bermain. Tetapi kini sudah jarang karena habis dimangsa oleh anjing  liar. Anjing ini bukan satwa asli Papua melainkan binatang introduksi yang dibawa oleh manusia ke pulau ini. 


Bagian belakang Kawasan Jamursba Medi yang masih tertutup oleh rimba belantara

Pertama kali memandang lokasi Pantai Jamursba Medi kelenjar adrealin langsung melonjak. Barisan vegetasi hijau di belakang pantai memiliki lapisan-lapisan tajuk dan bukit-bukit berselimut rimba kadang tersembunyi dibalik kabut, menciptakan kesan yang membangkitkan semangat berpetualang. Bagian daratan kawasan ini termasuk ke dalam Pegunungan Tamrauw Utara, merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di Papua. Menyempatkan diri menengok ke dalam hutan di belakang pantai, saya memasuki hutan dengan tajuk rapat dengan suasana hutan yang gelap dan lantai hutan kosong, mudah dilalui namun juga bisa membingungkan dan tersesat. Hutan ini sangat fantastis, hanya dalam waktu singkat saya bisa mengendap-endap mengintai burung kasuari, menikmati tarian cendrawasih kuning, dan bertatap muka langsung dengan burung mambruk, rangkong papua dan kakaktua raja.  

Wajah penyu belimbing yang sedang bertelur sering terlihat mengeluarkan air mata yang sebenarnya adalah mekanisme untuk mengurangi kelebihan garam dalam tubuhnya

Sekalipun Pantai Jamursba Medi terlihat sepi dan tenang, namun dibalik itu situasinya bukan lah hal yang menyenangkan. Menurut Ronald Petocz, penulis buku Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya, survei udara yang dilakukan di daerah ini pada tahun 1981 menemukan sekitar 3.500 sarang penyu. Tidak heran orang-orang lokal bercerita dulu para penyu ini harus antre saat mendapat di pantai. 'Sampai baku tindih', kata mereka.  Awal tahun 2000-an jumlah penyu yang mendarat menurun 20-30 ekor per malam, tidak ada lagi antrian. Penelitian  terbaru tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi penurunan populasi penyu belimbing di Jamursba Medi sebesar 78,3% selama 27 tahun terakhir (sumber : Jamursbamedi.blogspot.co.id). Pengambilan atau pemangsaan telur penyu baik oleh manusia maupun satwa terutama hewan introduksi seperti babi hutan dan anjing yang selama ini terjadi mungkin memberi sumbangan besar terhadap penurunan populasi ini. Ditambah pula insiden penyu tewas terjerat tidak sengaja oleh jaring penangkap ikan. Sekalipun penyu laut adalah binatang purba yang lebih tua dari manusia, menjelajahi bumi sejak 200 juta tahun lalu dan dalam kurun waktu sangat lama ini, mampu bertahan hidup, namun kini masa depan penyu laut sungguh tidak menentu. 

*Mengenang Theta (R.I.P)  yang telah memberi kesempatan pada saya mengunjungi tempat menakjubkan ini. May you rest in peace."

Comments

Popular posts from this blog

Danau Anggi (bagian 2) - Keindahan Tanpa Batas

Tangkahan, Kisah Suatu Hutan Tropis

Danau Anggi (bagian 1)- Keindahan Tanpa Batas