Wakatobi (bagian 2)-Suatu Sore di Wanci

Jarum jam menunjukkan angka pukul 3 sore di Wanci, ketika saya melangkahkan kaki dari penginapan berjalan menuju ke pasar. Menyusuri tepian jalan raya sejajar garis pantai, masuk ke dalam pada jalan lebih sempit di apit deretan rumah-rumah, hingga tiba di suatu tempat tepian laut. Tidak jauh dari situ terdapat sepetak lahan terbuka di naungi atap, ujungnya dinding berbatas langsung dengan dengan laut.  Deretan meja-meja kayu mengelilingi bagian tepi dan tengah. Di bagian luar tampak para ibu mulai menata dagangan berupa sayur-sayuran dan bumbu-bumbu, namun bagian dalam masih kosong semua. Tapi tidak untuk terlalu lama. 



Jam setengah empat sore, perahu-perahu kecil mulai berdatangan. Perahu dikemudikan sendirian, terkadang ada satu orang menemani. Mereka adalah orang-orang Bajo dari kampung-kampung yang ada di Wanci terutama Mola. 



Barang yang dibawa mulai terlihat. Ikan-ikan bergeletakan dalam ember-ember plastik atau tertata rapi di tempat menyimpan ikan dalam perahu. Orang-orang Bajo ini mengumpulkannya dari hasil tangkapan sendiri maupun nelayan lainnya. 


Dengan sigap, ibu-ibu yang sudah menunggu di tepian, menceburkan diri menghampiri perahu dan membantu membongkar muatan. 




Para pembongkar muatan perahu ini, sebagian besar wanita, mengerahkan tenaganya untuk  memindahkan hasil tangkapan baik secara sendirian....


maupun bekerja bekerja sama untuk muatan yang terlalu berat.



Hasil tangkapan terdiri dari beragam biota laut terutama ikan dan rata-rata sudah dipilih dan dikelompokkan per jenis.  


Di darat hasil tangkapan ini diterima oleh para ibu-ibu yang akan bertugas menjual. Ikan-ikan ditata dalam deretan atau tumpukan teratur. Jenis ikan beragam, mulai berukuran besar tuna dan cakalang....



hingga ikan-ikan karang berukuran sedang atau kecil.



Bahkan tidak hanya ikan saja yang dijual tetapi juga berbagai biota laut lainnya seperti cumi, gurita, udang, anemon atau bulu babi ini.



Meja-meja kini telah terisi penuh dengan biota laut terutama beraneka ragam ikan.



Ikan berukuran besar seperti tuna, tidak mereka jual satuan melainkan dipotong ke dalam ukuran kecil-kecil. Ada 3-4 ibu-ibu di pasar ini menangani pekerjaan membelah ikan besar....



dan memotong ke dalam ukuran kecil-kecil.



Ikan telah tertata rapi demikian juga dengan penjualnya. Pasar sudah siap bertransaksi.  




Pukul setengah lima sore, pasar berubah meriah, para pembeli dari warga Wanci berdatangan.


Tawar menawar terjadi....


transaksi pun berlangsung.


Selain ikan dan hasil laut, di bagian depan atau pintu masuk pasar dijual berbagai sayuran, bumbu, makanan tradisional kasoami, dan makanan jadi seperti ikan asap.


Pasar meluber hingga ke tepian jalan, umumnya di sini tempat menjajakan buah-buahan dan aneka kue jajanan. 


Semakin sore dan mendekati malam, pasar semakin meriah dan padat. Langit pun memerah, matahari perlahan-lahan terbenam, menyelingi keriuhan di pasar. Saya berhenti memandang sejenak keindangan cakrawala, terdiam. Beberapa orang juga melakukan hal yang sama. Lampu-lampu dinyalakan, keramaian terus berlanjut hingga sekitar jam 8 malam, ikan-ikan tandas terbeli dan meja-meja kosong kembali. 

Saya jarang melewatkan waktu sore hari di Wanci tanpa pergi ke pasar ini. Selalu menyenangkan dan tidak pernah bosan. Sayang dua tahun terakhir perubahan mulai terjadi. Para nelayan satu per satu mengalihkan cara membawa hasil tangkapan ke tempat ini dari menggunakan kapal berganti sepeda motor. Ritual seperti yang diceritakan di atas perlahan tapi pasti berubah. 

Comments

Popular posts from this blog

Danau Anggi (bagian 2) - Keindahan Tanpa Batas

Tangkahan, Kisah Suatu Hutan Tropis

Danau Anggi (bagian 1)- Keindahan Tanpa Batas