Papandayan, Pesona Sebuah Gunung (Bagian 2)

Sesungguhnya Papandayan merupakan suatu dataran tinggi dengan beberapa gunung di sekelilingnya.  Hamparan dataran luas membentang pada ketinggian sekitar 2.000 meter, kebanyakan masih berselimutkan hutan. Di sela-sela lautan hijau ini, terdapat beberapa tempat terbuka yang disebut oleh orang Sunda dengan istilah 'Tegal'. Ukuran tegal  berbeda-beda, dan dapat terbentuk  pada bekas kawah mati atau  akibat gangguan manusia di masa lampau. Tegal umumnya ditutupi oleh rumput gunung sehingga kita menyebutnya sebagai padang savanna atau padang rumput. Apapun istilahnya yang jelas tegal-tegal ini menyajikan pemandangan luar biasa, terutama jika saya bermalam di situ dan menyaksikan simfoni keindahan tegal saat menyambut pagi hari.



Pondok Saladah dari ketinggian-2009

Pondok Saladah (2.325 m) adalah salah satu tegal paling populer di Papandayan karena tempatnya cantik dan mudah dijangkau. Namanya diambil dari tumbuhan saladah yang banyak ditemukan pada sekitar aliran air atau tempat-tempat basah yang ada di sini. Tahun 2002 lokasi ini habis tersapu oleh letusan, menyisakan padang gersang tertutup abu vulkanik. Sering dengan waktu, alam memulihkan kembali. Tumbuhan suwagi, rumput kawah dan paku kawah mulai bermunculan diikuti oleh semak harendong, bungbrun, edelweis dan tumbuhan rambat gandapura, serta disusul oleh pohon segel, ramo gencel dan ki haruman. Tahun 2009, rumput dan vegetasi telah menutupi kembali Pondok Saladah.

Sejak dahulu Pondok Saladah merupakan lokasi berkemah. Alirah sungai kecil jernih dan dingin di sini merupakan oase menarik bagi para pekemah. Bila sudah banyak tenda berdiri, saya lebih suka menyingkir, mencari lokasi lebih tersembunyi. Di tempat yang lebih hening, saya bisa merasakan keindahan luar biasa saat cahaya matahari pertama menyinari tumbuhan, seiring dengan senandung burung Cucak Gunung. Sayang semakin ke sini, semakin ramai pekemah datang. Tidak banyak tempat tersembunyi tersisa. 

Bunga Edelweis di Pondok Saladah

Edeweis atau sering disebut bunga abadi adalah dambaan kebanyakan pendaki gunung untuk bisa menjumpainya. Pada masa lalu, Papandayan adalah surganya edelweis. Melimpah dan tumbuh subur mencapai ukuran yang bisa melebihi tinggi tubuh kita. Erupsi Gunung Papandayan 2002, memang menghancurkan sebagian besar koloni tumbuhan edelweis namun tidak cukup kuat untuk memusnahkannya. Tumbuhan indah ini mampu bangkit kembali memenuhi tegal-tegal seperti di Tegal Alun dan Pondok Saladah.  Mereka dapat bertahan sesuai yang disebutkan Van Steenis dalam bukunya Flora Pegunungan Jawa, bahwa edelweis adalah tumbuhan perintis, hidup di tanah abu vulkanik atau tanah kawah.  Kalau pun ada yang bisa menghentikan tumbuhan ini mungkin adalah kita manusia. Papandayan telah kehilangan satu tempat edelweis yang habis terbakar pada tahun 2007. Pada lokasi yang tersembunyi ini, pasca kebakaran edelweis tidak mampu memulihkan diri kalah berkompetisi dengan tumbuhan paku-pakuan. Kebakaran di hutan pegunungan hampir pasti selalu dipicu oleh kelalaian manusia. Dan tahun ini, 2015, kebakaran hebat menimpa tegal terbesar di Papandayan tempat terbanyak tumbuhan edelweis, yaitu Tegal Alun.  Apakah edelwies mampu memulihkan diri atau akhirnya digantikan oleh koloni tumbuhan lain, baru beberapa tahun ke depan kita akan dapat jawabannya. 

Padang Alang-alang di Tegal Panjang

Salah satu tegal terindah di Papandayan adalah Tegal Panjang (2.035 m). Letaknya terisolasi di tengah hutan, ditutupi permadani hijau atau kuning dari rumput alang-alang memberi warna kontras dengan hijaunya vegetasi hutan. Saya mencuplik kalimat dari van Steenis yang menggambarkan kekaguman akan Tegal Panjang pada tahun 1930 : 

'Berkemah di tempat yang indah dan terpencil ini, menggigil kedinginan di pagi hari, memandang matahari terbit di atas hutan lebat, udara yang jernih mempertajam pikiran untuk mengamati alam; ketika siang hari ke hutan sejuk di samping padang rumput yang bermandi matahari; di sore hari yang lengang menjelang senja, kancil mengintip malu dari pinggiran hutan, merupakan pengalaman yang akan selalu terkenang'

Situasi Tegal Panjang saat ini masih seperti yang digambarkan van Steenis, kecuali sudah tidak ada lagi kancil, rusa, banteng dan harimau; dan lebih sering terbakar saat musim kemarau. Jika sedang sial datang pada saat yang tidak tepat maka yang ditemukan adalah padang gosong.

Ketika matahari pagi menyinari hutan pegunungan di Papandayan
    
Bagi saya hutan di Papandayan adalah menyihir. Didominasi oleh pepohonan jenis anggrit, ki hujan, salam dan beberapa jenis huru serta sesekali muncul pohon jamuju nan megah, hutan ini pada pagi hari diramaikan oleh kicauan burung-burung, diikuti teriakan surili atau lutung. Setelah itu hutan menjadi hening, hanya gemuruh angin yang terkadang lewat. Jejak babi hutan atau mencek sering membekas di tanah diikuti bekas telapak macan tutul di belakangnya. Sesekali kicauan burung cincoang memecahkan kesunyian. Kita bisa berbaring di lantai hutan menikmati suasana ini tanpa takut terganggu oleh ular, semut, tawon atau binatang berbisa lainnya. Hutan pada ketinggian 2.000-an ini terlalu dingin buat hewan-hewan tersebut untuk tinggal di sini. Udara dingin ini beserta kabut yang sering datang membuat lumut tumbuh subur membalut batang, dahan dan ranting pepohonan. Pemandangan yang luar biasa. 

Namun beberapa tahun belakang ini terjadi perubahan nyata. Iklim cenderung lebih panas sehingga  lumut-lumut yang melapisi pepohonan di hutan terasa tidak sebanyak dan sesegar dulu lagi. Jebakan untuk menangkap burung bertebaran dalam hutan membuat keriuhan gerombolan burung yang bermain jarang nampak lagi. Mungkin suatu hari nanti, Hutan di Papandayan bukan lagi hutan yang hening karena semua penghuninya terdiam mengaguminya, melainkan hutan yang benar-benar sepi karena semua penghuninya sudah musnah. 

*Untuk Mang Ipin, penduduk sekitar Gunung Papandayan yang memiliki pengetahuan luar biasa tentang alam di sana dan tidak pernah lelah untuk menjaganya dari kerusakan akibat ulah manusia*.      

Comments

Popular posts from this blog

Danau Anggi (bagian 2) - Keindahan Tanpa Batas

Tangkahan, Kisah Suatu Hutan Tropis

Danau Anggi (bagian 1)- Keindahan Tanpa Batas