Supervolcano Toba

Suatu hari 74.000 tahun lalu, para manusia di India terheran-heran melihat langit mendadak menyuram pada siang hari. Semakin ke arah Asia Tenggara, langit makin gelap. Pada pesisir barat Semenanjung Melayu, sayup-sayup terdengar suara gemuruh di seberangnya. Sesuatu sedang mengamuk  pada pulau yang ada di sana. Sebuah gunung sedang meletus dengan kekuatan maha besar. Kelak gunung ini dikenal dengan nama Toba, sedangkan pulaunya Sumatera. Dan letusan besarnya telah mengubah dunia. 

Tenang dan indah, demikian pemandangan yang disajikan oleh Danau Toba

Gunung Toba hanya akan dianggap sama dengan gunung api lainnya bila letusannya biasa-biasa saja. Tapi gunung ini berbeda. Sejak 1,2 juta tahun lalu Toba bererupsi sebanyak 4 kali. Pada letusan terakhir  74.000 tahun yang lalu, kemurkaan Toba benar-benar dahsyat. 2800 km3 material dimuntahkan. Jumlah ini sama saja 100 kali lipat dari letusan terbesar yang pernah ditulis dalam sejarah manusia yaitu Gunung Tambora. Debu vulkanis berhamburan ke Samudra Hindia, Laut Arabia dan Laut Cina Selatan. Jejak-jejaknya ditemukan di Danau Malawi, Afrika, hingga Greenland dekat kutub utara. Begitu banyak material, menutupi atmosfer bumi menyebabkan musim dingin vulkanis global selama 6-10 tahun. Masa itu  suhu permukaan bumi turun 3-5 derajat celsius.  Badan gunung kemudian ambruk meninggalkan rongga raksasa. Sejalan dengan waktu, air hujan mengisinya dan kini lubang besar ini menjelma menjadi Danau Toba. Begitu besar kekuatan letusan ini membuat Toba, bersama 7 gunung lain di berbagai belahan dunia, dikelompokan sebagai gunung api super atau supervolcano.


Kesan pertama saya ketika memandang Toba, adalah indah dan tenang. Airnya yang jernih memantulkan warna biru langit dengan dibentengi dinding kaldera di sekelilingnya. Permukaan air begitu luas pada ketinggian sekitar 900 meter, memenuhi kadera berukuran 100 x 35 km ini. Tahun 2012, saya mencoba menyusuri tepian kaldera Toba dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jaringan jalan-jalan yang telah ada. Ternyata membutuhkan waktu hingga 3 hari. Tanda-tanda gunung api ada dimana-mana, dinding kaldera, air panas atau batuan vulkanik, tetapi keindahan bentang alam tetap mendominasi. Tidak terlihat bekas kemarahannya. Saya jadi mengerti mengapa sedikit masyarakat sekitar danau ini yang benar-benar tahu kisah letusan Toba. Mereka lebih hafal cerita mitos bahwa di sinilah asal-usul suku 'Batak'. Ya, beberapa paham bahwa Toba gunung api, tetapi tidak terbayang letusannya menyimpan kisah luar biasa. Mungkin itu disebabkan tampilan luar sang danau. Cantik dan kalem. 

Contoh pemukiman tradisional Suku Toba di Museum Huta Bolon Simanindo-Samosir


Belum ada catatan jelas sejak kapan Danau Toba dihuni manusia. Mayoritas masyarakat yang hidup sekarang di sekitar danau ini adalah Suku Toba. Catatan sejarah menunjukkan pada abad 19, tempat ini sudah ramai. Masyarakat Toba punya versi sejarah tersendiri. Menurut mereka, Gunung Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat kelahiran 'Suku Batak'. Selain itu mitos menyatakan nenek moyang orang 'Batak', yaitu Raja Batak, berasal dari Pulau Samosir. Suatu penelitian terkait sejarah penyebaran penduduk Toba menunjukkan bahwa pulau yang ada di tengah danau ini adalah salah satu daerah asal migrasi. Oleh karena itu nuansa budaya Toba paling kental nampak di Samosir. Rumah-rumah tradisional berpenghuni -walau sudah terkena sentuhan modern dengan menggunakan atap seng- dan bangunan kuburan khas, masih mudah ditemukan. Saya mendapatkan gambaran utuh mengenai pola pemukiman tradisional Toba berbentuk 'huta', saat mengunjungi Museum Huta Bolon Simanindo. Di sini berdiri deretan rumah tradisional Toba dengan lumbung, pada lahan dikelilingi tembok tanah atau batu. Dahulu bagian atas atau luar tembok ini ditanami bambu berduri sebagai bagian dari sistem pertahanan menghadapi serangan musuh. 

Tuktuk- Samosir, pusat kegiatan wisata di Danau Toba

Setelah letusan, proses di dalam bumi belangsung terus. Magma mendorong bagian tengah rongga sisa letusan ke atas dan sekarang tonjolan ini dikenal dengan Pulau Samosir. Sepi dan eksotis, pulau ini pun berkembang menjadi pusat kegiatan pariwisata Danau Toba. Pencapaiannya mudah, cukup menyeberang danau dari Prapat (kota di sisi timur danau) menuju pelabuhan Tomok menggunakan kapal ferry besar atau kapal berukuran sedang selama 30-45 menit . Bila tidak membawa kendaraan, bisa menyeberang memakai perahu yang langsung ke penginapan-penginapan di daerah Tuk Tuk. Tempat ini berupa suatu tanjung kecil dengan pemandangan indah. Berbagai fasilitas wisata terkonsentrasi di sini seperti hotel, restoran dan toko cinderamata. Hotel-hotelnya berukuran kecil dan terletak di tepian danau sehingga banyak diminati oleh wisatawan Eropa. 


Terdapat beberapa tempat menarik sering didatangi oleh wisatawan, misal situs sejarah di Tomok, contoh perkampungan tradisional di Ambarita dan Simanindo. Pada lokasi disebutkan terakhir dapat disaksikan pertunjukan tarian Sigale gale dengan menggunakan boneka seukuran manusia dan tarian tor tor yang menggambarkan harmonisasi gerakan kepala, tangan, tubuh dan kaki. Di luar itu, saya suka menjelajahi tempat-tempat lain yang belum terlalu populer seperti air terjun, pantai pasir putih, danau kecil dan sumber air panas. Paling enak adalah dengan menyewa sepeda motor. Dengan kendaraan ini saya pernah mengelilingi  Pulau Samosir, menghabiskan waktu satu hari. Bila ingin melakukan ini, bersiaplah melindungi kulit anda terutama wajah karena cuaca bisa tidak bersahabat. Udara dingin pada awal perjalanan di pagi hari bisa berubah menjadi panas menyengat pada siang hari. Bermain air dengan berperahu atau berenang juga menyenangkan, tetapi tentu harus pandai-pandai mencari lokasi dengan badan air belum tercemar limbah dan sampah. Dari semua itu, bagi saya tidak ada yang mengalahkan kenikmatan bersepeda sore hari di daerah Tuk Tuk dan sekitarnya. Menyusuri tepian danau, menembus kampung-kampung, melihat kehidupan masyarakat dan alam pada udara segar sore hari sambil menyaksikan bentang alam menawan, itu sungguh pengalaman tidak terlupakan. 

     Danau Toba memiliki banyak teluk-teluk indah tersembunyi berhias lereng vegetasi hijau dan pantai pasir putih


Kehancuran akibat letusan gunung api, menghasilkan lingkungan tertimbun muntahan vulkanik  yang steril. Perlahan tapi pasti dalam kurun waktu lama, kehidupan akan pulih kembali. Tumbuhan akan menutupi permukaan tanah sebagai tempat tinggal para binatang liar. Toba tidak bisa terlepas dari proses seperti ini. Tony Whitten dkk, dalam bukunya Ecology of Sumatra, menyebutkan penelitian pada dataran tinggi di selatan danau dengan cara menganalisa sedimen, menunjukkan 18.500-16.500 tahun lalu, kawasan Toba ditutupi oleh hutan pegunungan lebat. Kondisi yang berbeda sekali dengan masa sekarang. Yang saya saksikan adalah daerah terbuka pada sebagian besar bukit, lereng, dan bagian atas kaldera. Pada beberapa sisi berdiri pohon-pohon pinus dengan daun-daun jarumnya. Pemandangan ini kurang lebih sama dengan yang dilihat para penjelajah pertama dari Eropa. Mengutip kalimat Burton dan Ward, dua penjelajah yang memasuki kawasan Toba tahun 1824 : 

'Hutan telah memberikan tempatnya pada padang rumput; dan gunung tempat kami berdiri telah dibuka pada setiap sisi untuk ditanami, hanya menyisakan hutan asli di ujung puncaknya....'  


Beberapa studi menemukan bahwa hutan di kawasan Toba telah mengalami pembukaan pada sekitar 6.200 tahun yang lalu. Kemungkinan besar diakibatkan aktifitas manusia, yaitu dengan cara membakar lahan untuk mempermudah menangkap binatang buruan. Hamparan pohon-pohon pinus di sekitar danau pun bisa jadi adalah bagian dari perkebunan yang ditanam pada tahun 1927.

Persawahan di tepian danau pada Pulau Samosir


Saat menjelajahi Toba, saya mengamati terdapat dua hal penting yang mendukung kehidupan masyarakat di Toba, yaitu tanah vulkanik subur dan air melimpah. Pada daerah rata di tepian danau, masyarakat mengusahakan tanaman padi dalam bentuk persawahan, sementara di lokasi lebih tinggi mereka menanam bawang merah, kacang dan tanaman sayur lainnya. Pada beberapa lahan juga sudah mulai dikembangkan pohon kopi dan coklat. Sumber protein mereka dapatkan dengan memelihara ternak berupa kerbau, sapi, babi hutan, ayam dan bebek. Ketika saya menelusuri catatan sejarah kawasan ini, ada satu hewan yang terasa hilang, yaitu kuda. Kini Hewan ini tidak terlihat melimpah. Padahal menurut antropolog Daniel Perret,  pada abad ke-19, ratusan ekor kuda setiap tahun di ekspor ke Pineng dan Malaka-Malaysia untuk keperluan menarik gerbong kecil di pertambangan timah. Diperkirakan pusat pemasok kuda terbesar untuk ekspor ini adalah Pulau Samosir.    

Air terjun Bina Ngalum menghempaskan jatuhan airnya langsung ke danau

Air adalah sumber kehidupan di Toba. Selain bertani, banyak  masyarakat mengandalkan hidup dari menangkap ikan di danau. Ikan pora-pora berukuran sebesar jempol adalah salah satu ikan paling populer. Saya suka melahap ikan goreng pora-pora yang umum disajikan pada kedai-kedai tepi jalan sebagai teman minum tuak. Ikan sumber penghasilan lainnya adalah nila ekor merah. Ini bukan ikan asli Danau Toba dan lazim dibudidayakan di berbagai tempat. Tapi buat saya nila merah Toba adalah yang terenak. Namanya pun sudah mendunia dengan istilah Toba Red Tilapia. Beberapa perusahaan  aquakultur membudidayakan ikan ini dalam keramba di danau untuk keperluan ekspor ke luar negeri. Selama ini saya makan nila merah dari tangkapan nelayan.  Itu saja sudah enak sekali. Bayangkankan kalau bisa menikmati ikan hasil budidaya perusahaan dengan kualitas pasti terjaga. Toba juga memiliki ikan-ikan endemik yang tidak ditemukan pada tempat lain di dunia yaitu Ikan batak. Sayangnya ikan-ikan penghuni asli Toba ini semakin jarang ditemui. Sebagaimana terjadi di banyak danau lain di Indonesia, armada ikan-ikan asing yang ditebarkan oleh manusia berhasil mendesak populasi ikan-ikan asli.  


Banyak sekali yang diberikan Danau Toba bagi manusia. Sumber protein, bahan baku air minum, pengairan lahan pertanian, dan pariwisata. Ratusan ribu penduduk di desa-desa sekitar danau.dan ratusan ribu wisatawan mengandalkan danau ini. Logikanya, sudah seharusnya semua menjaga kelestarian danau ini. Kenyataannya tidak selalu demikian. Ukuran danau yang begitu luas mungkin dianggap sanggup menampung buangan dalam jumlah tidak terhingga. Limbah-limbah dari berbagai macam kegiatan manusia mengalir deras ke dalam danau. Sementara volume air danau tidak hanya tergantung dari hujan saja melainkan dari ratusan sungai-sungai yang masuk ke dalam danau. Kerusakan hutan di daerah tangkapan sungai-sungai pemasok Toba akan mengurangi volume air dan mengancam masa depan danau ini. Saya pikir Danau Toba mempunyai batas kemampuan untuk menahan ini semua. Ketika batas ini sudah terlewati, mungkin kehancuran yang akan terjadi.    

Keheningan pada sudut tersembunyi di Danau Toba


Ruang tersedia di Danau Toba untuk eksplorasi masih luas. Ukuran danau yang begitu besar menyediakan banyak lokasi-lokasi indah tersembunyi. Selama ini kita terpaku pada beberapa lokasi saja yaitu Prapat, Samosir dan Tongging. Di luar itu masih banyak lainnya, seperti di daerah Toba Samosir, Bakhara-Humbang Hasundutan,Tele atau pojok-pojok terpencil lain. Semua menggambarkan keindahan. Sambil menyaksikan semua ini, terbersit di benak saya kembali: Supervolcano. Ada dua ciri khas gunung berkategori super, pertama letusannya menghasilkan kehancuran total secara global. Beberapa peneliti genetika populasi percaya bahwa kita semua saat adalah keturunan dari manusia yang berhasil bertahan hidup dari letusan Toba. Ketika itu populasi manusia mengalami penurunkan drastis akibat dampak letusan baik secara langsung terbunuh oleh material vulkanik, maupun tidak langsung karena kelaparan seiring berkurangnya pasokan makanan disebabkan perubahan iklim. Kedua, supervolcano mempunyai kemampuan untuk mengulang letusan dahsyatnya di masa depan. Di bawah permukaan air danau Toba, konon titik terdalamnya mencapai angka 500 meter, terus ke bawah dasar danau, magma itu masih membara. Suatu hari, Toba pasti akan mengubah wajah dunia lagi.        

Comments

Popular posts from this blog

Danau Anggi (bagian 2) - Keindahan Tanpa Batas

Tangkahan, Kisah Suatu Hutan Tropis

Danau Anggi (bagian 1)- Keindahan Tanpa Batas